Monday, July 21, 2008

Kisah Hikmah

KISAH Tukang Kayu

Selesai. Ini rumah terakhir yang dipesan olehnya. Tiga puluh tahun sudah, aku bekerja dalam kerya. Akulah tukang kayu terbaik disini. Segala desain rumah kuwujudnyatakan menjadi kaya indah dalam kontruksi kokoh. Tapi, aku lelah. Setiap rumah yang kubangun telah menguras energy yang luar biasa dari tubuhku. Aku seorang perfectionist yang selalu menginginkan hasil terbaik dalam kerja kerasku.

Aku telah puas dengan segala kerja kerasku selama ini. Hamper semua jenis rumah telah kuselesaikan. Bahkan, hamper semua rumah di perumahan ini hasil kerjaku. Aku ingin berhenti. Menikmati sisa hidupku sebagai manusia biasa yang bukan si tukang kayu.

Menikmati hari- hari aku bisa bermain dengan anakku dalam waktu sepuasnya. Menikamti waktu- waktu aku bisa bertemu dengan-Nya dengan lebih khusyu tak lagi ada pikiran tentang jenis kayu mana yang cocok untuk kontruksi ini, bagaimana agar desain aneh ini bisa berdiri dengan kokoh dan masalah- masalah kontruksi rumah lainnya.

Semuanya berjalan seperti yang kuharapkan kecuali setelah dia memaksaku membuat satu lagi rumah.

“ Aku mengerti. Aku telah bekerja denganmu selama tiga puluh tahun. Aku mengerti kau lelah. Tapi, cobalah. Ini yang terakhir. Setelah ini, berhentilah. Dan nikamti hidupmu dengan indah. “

“ Tak bisa. Aku tak lagi punya gairah untuk membuat sebuah rumah. Apalagi dengan desain seperti ini. Ini akan sangat melelahkan. Dan aku tak punya lagi kekuatan, bahkan untuk sekedar menyambung sau balok kayu dengan balok kayu lainnya. Tak kau lihat wajah lelah ini?”

“ Kumohon. Aku mengerti hal itu. Aku hanya ingin kau membuat karya terakhirmu untukku. Aku ingin membuat satu kenangan indah tentang bagaimana hubungan kita. Bagaimana kita bersama- sama membangun usaha ini. Aku tahu kau te;ah bekerja keras. Aku tahu kau lelah, tpi, kumohon kerjakanlah ini untukku. Bila ada satu permintaan yang aku tak ingin kau menolaknya, iinilah permintaan itu. Kumohon dengan sangat. Kumohon……”

Nafasku terasa berat. Aku lelah dan dia mengerti itu. Aku membuat satu lagi rumah itu seperti memindahkan gunung dari kakinya ke sebuah tempat jauh disana dan dia tak mengerti hal ini. Dia temanku. Teman yang paling kusayangi. Aku tak lagi bisa menolak permintaanya, saat dia memohon seperti ini.

“ Baiklah!”

Dengan berat hati aku setuju.

Aku kerjakan semuanya dengan setengah hati. Aku kerjakan dengan lelah hati. Setiap bagian kukerjakan semampuku, bahkan seperlunya. Aku tak lagi mau teliti. Dalam pikiranku, aku hanya ingin menyelesaikan rumah dengan cepat. Agar aku bebas dari kelelahan panjang ini. Agar aku sekedar bebas dari permintaannya yang tak bisa kutolak. Tak peduli nanti hasilnya seperti apa.

Aku tak lagi menjadi seorang perfectionist. Tak peduli lagi bagaimana mencari dan membuat kontruksi ideal untuk desain yang diberikannya. Tak peduli lagi bagaimana rumah ini harus tampak indah dari setiap sudut pandang. Tak peduli lagi dengan bagaimana membuat sebuah proporsi ideal antar bagian rumah. Aku tak peduli. Pikiranku hanya satu, membuat rumah ini dengan cepat!

Pada akhirnya aku bisa menyelesaikannya dengan satu kelegaan: aku telah memenuhi keinginan terakhirnya. Mungkin ia akan kecewa, rumah ini sama sekali tak sama dengan rumah- rumah yang telah kukerjakan sebelumnya : sangat jauh dari sempurna. Jelek sekali! Apa yang telah kulakukan. Bagaimana aku bisa membuat rumah seperti ini/ ah, tak apalah dia nanti kecewa. Setidaknya permintaannya terpenuhi.

“ Kau tahu, kaulah sahabat terbaikku. Kau selalu memberikan kemampuan terbaikmu untukku. Tak pernah ada pelanggan kita yang kecewa. Mereka bahkan sangat mengagumi hasil kerja kerasmu. Rumah- rumahmu adalah yang terbaik disini. Dan aku ingin kaupun menikmati betapa mengagumkannya rumah- rumah yang telah kau bangun. Ini berkaitan dengan permintaan terakhirku. Rumah itu untukmu. Untuk jasamu yang tak terbalas. “

Dia memberiku sebuah kunci. Kunci pintu rumah yang sangat kukenal. Aku menerima kunci itu dengan tangan yang bergetar. Bagaimana tidak, rumah itu untukku!!

Friday, July 18, 2008

Sebuah Pertemuan......By : UNIC

Ketika diri mencari sinar
Secebis cahaya menerangi laluan
Ada kalanya langkahku tersasar
Tersungkur di lembah kegelapan
Bagaikan terdengar bisikan rindu
Mengalun kalimah menyapa keinsafan
Kehadiranmu menyentuh kalbu
Menyalakan obor pengharapan

Tika ku kealpaan
Kau bisikan bicara keinsafan
Kau beri kekuatan tika aku
Diuji dengan dugaan
Saat ku kehilangan keyakinan
Kau nyalakan harapan
Saat ku meragukan keampunan Tuhan
Kau katakan rahmat-Nya
mengatasi segala

Menitis air mataku keharuan
kepada sebuah pertemuan
Kehadiranmu mendamaikan
Hati yang dahulu keresahan
Cinta yang semakin kesamaran
Kau gilap cahaya kebahagiaan
Tulus keikhlasan menjadi ikatan
Dengan restu kasihMu oh Tuhan

Titisan airmata menyubur cinta
Dan rindupun berbunga
Mekar tidak pernah layu
Damainya hati yang dulu resah keliru
Cintaku takkan pudar diuji dugaan
Mengharum dalam harapan
Moga kan kesampaian kepada Tuhan
Lantaran diri hamba kerdil dan hina

Syukur sungguh dihati ini
Dikurniakan teman sejati
Menunjuk jalan dekati-Nya
Tika diri dalam kebuntuan
Betapa aku menghargai kejujuran yang kau beri
Mengajarku mengenal erti Cinta hakiki yang abadi
Tiada yang menjadi impian
Selain rahmat kasihMu Tuhan
Yang terbias pada ketulusan
Sekeping hati seorang insan
Bernama Teman........



fiuuuuhhhh....caaapeeeekkk.....dehhhhh nulisnya!!!

Wednesday, July 16, 2008

Nekdot

Robot Pendeteksi Kebohongan

Suatu hari seorang penemu bernama Budi berhasil membuat robot pendeteksi kebohongan, intinya robot itu akan menampar siapa saja yang berbicara bohong dekat dia. Si Budi lalu membawa pulang robot itu kerumahnya dan menceritakan dengan bangga keberhasilan dia membuat robot pendeteksi kebohongan. Ketika sedang asyik bercerita, tiba- tiba anaknya pulang...dalam hati Budi ingin menguji kelayakan robot ini. Budi kemudian menegur anaknya " Anto, darimana saja kamu....jam segini baru pulang?" Tanya Budi pada Anto, " Mmmm....anu pa, dari rumah temen.." Jawab Anto. " Ngapain??" tanya Budi dengan wajah galak, " Kami habis belajar, pa " tiba- tiba "Plaak...!! " robot itu menampar pipi Anto....." Naah kan kamu bohong, ayo ngapain kamu sama teman kamu disana? ". Anto menjawab lagi sambil meringis " Nonton..pa".
" Nonton apa? " tanya Budi, " Nonton sinetron pa..." Plaaak..!! robot itu kembali menampar pipi Anton, " Kamu bohong lagi, Anton! Ayo ngaku kamu habis ngapain? " Anto semakin meringis dan berkata lirih " Iiya...iya...pa Anto nonton film orang dewasa..." sambil melirik robot itu, namun robot itu tak bergeming. " Kamu ini.....masih kecil sudah menonton film orang dewasa, tau nggak? Papa ini waktu kecil tidak pernah nonton film dewasa...! " Plaaak....!! Tiba- tiba robot itu menampar pipi Budi, dari dalam kamar istrinya datang dan berkata : " alaaahhh.....bapak sama anak sama saja....! sudahlah pa....maafkan saja Anto, dia kan anakmu juga..." Tiba- tiba...Plaaaakk...!!! Robot itu menampar pipi istri Budi.

Tuesday, July 15, 2008

Ramadhan VS Pemilu

Persiapan Pemilu 2009 M (282 Hari Lagi)

Hajatan politik besar-besaran bangsa ini masih satu tahun lagi akan dilaksanakan, 282 hari lagi kalau mengutip situsnya Komisi Pemilihan Umum, namun kita telah disuguhkan pada persiapan dan penyambutan yang luar biasa meriah bagi para pemeran utama hajatan tersebut.

Partai-partai politik sudah menggerakan mesin-mesin politknya, di sana-sini kita sudah bisa melihat bendera-bendera partai politik berkibar di mana-mana, banyak. Para tokoh-tokoh partai memasang iklan mempromosikan diri dan partainya serta saling unjuk diri, menunjukkan siapa saja para pendukungnya di televisi, koran, dan bahkan mungkin radio, mulai mendekat lagi ke rakyat.

Persiapan Ramadhan 1429 H (65 Hari Lagi)

Namun kontras dengan persiapan bulan yang dimuliakan dalam Islam, bulan yang lebih baik dari seribu bulan, bulan Ramadhan. Bulan yang di mana Rasulullah SAW pernah bersabda,

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu: Adalah Rasulullah SAW memberi kabar gembira kepada para sahabatnya dengan bersabda, "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu puasa didalamnya; pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan diikat; juga terdapat pada bulan ini malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa tidak memperoleh kebaikannya maka dia tidak memperoleh apa-apa." (HR Ahmad dan An-Nasa'i)

Rentang jarak pelaksanaan pemilu 2009 dan Ramadhan 1429 H sangatlah jauh berbeda, lalu, sudah seberapa meriah pula kita mempersiapkan diri tuk menyambutnya..?

Penghargaan seseorang terhadap sesuatu mencerminkan urgensi hal tersebut.

Bukankah kita akan bersiap jauh-jauh hari sebelumnya jika tahu bahwa akan ada sebuah hal besar yang kan hadir mengisi/mempengaruhi hidup kita..? Jika akan ada presiden yang akan bertamu ke rumah kita..? Jika akan ada ujian yang kan mempengaruhi kelanjutan masa depan pendidikan atau pekerjaan kita..? Sudah sebaik apa penghargaan kita terhadap bulan Ramadhan dibandingkan dengan pemuliaan kita terhadap hal-hal lain..? Inilah bulan yang harusnya kaum muslimin agungkan, dan sudah seberapa besar pemaknaan kita terhadap bulan Ramadhan ini..?

Mari sama-sama kita tengok ulang diri kita masing-masing. Jangan malu kalau memang baru sebatas ucapan di lidah kelu sebentuk pengagungan terhadap Ramadhan, namun ternyata hati ini tetap dingin membeku dalam mempersiapkannya.

Astagfirullah...

Lihat Hatimu...!!

Dari An Nawas bin Sam'an radhiallahu anhu, dari Nabi shalallahu alaihi wa salam, beliau bersabda, "Kebajikan itu keluhuran akhlak sedangkan dosa adalah apa-apa yang dirimu merasa ragu-ragu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya" (HR Muslim)

Wahai saudara/i-ku, mari kita tengok ke dalam hati kita masing-masing, ada berapa banyak perbuatan-perbuatan yang membuat hati kita was-was dan tidak ingin orang lain mengetahuinya.

Jujurlah, gunakan kejernihan hatimu dalam menengok ulang ke dalam jiwa. Sungguh, hanya hati yang bersih yang kan bisa meraba noda.

Dari Wabishah bin Ma'bad radhiallahu anhu, ia berkata: ”Aku telah datang kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa salam, lalu beliau bersabda: 'Apakah engkau datang untuk bertanya tentang kebajikan? ' Aku menjawab: 'Benar.' Beliau bersabda: 'Mintalah fatwa dari hatimu. Kebajikan itu adalah apa-apa yang menentramkan jiwa dan menenangkan hati, dan dosa itu adalah apa-apa yang meragukan jiwa dan meresahkan hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya.’” (HR Ahmad dan Darimi, Hadits hasan)

Jika ada yang membuat hati kita resah, ragu-ragu dan tidak ingin agar ada oran lain yang tahu, maka berhati-hatilah, karena bisa jadi itu merupakan perbuatan dosa.

Karenanya bertaubatlah, jauhi, dan berhati-hatilah terhadap perbuatan-perbuatan tersebut. Sebelum ajal datang menjemput dan selama kita masih merasa memiliki iman dan Islam dalam dada.

Semoga Allah selalu menunjuki dan menjaga hidayah yang telah kita terima.

*sebuah pengingat untuk diri sendiri*

Saturday, July 12, 2008

Dari Antho

TRICK NELPON GRATIS

Temen-2 ini agak rahasia…
Saya sudah mencobanya, dan terbukti membuat kantong
tidak terganggu dan tetap tebal…

Trik menggunakan HP tanpa pulsa.

Ini adalah trik yang bisa dicoba, disadap dari sumber
yang tidak mau disebutkan namanya karena tidak mau
ketahuan.

PULSA HANDPHONE MAHAL???

Manfaatkan kelemahan sistem ponsel Anda sehingga Anda
bisa main telepon dengan GRATIS, kemana saja,
berapapun lamanya!!!
Yang dibutuhkan adalah cuma beberapa menit untuk
mempelajari tulisan ini dengan teliti sekaligus
langsung mempraktekkannya ke ponsel Anda.

Inilah yang akan saya share ke teman-teman sekalian.

Langkah Pertama :

Catat spesifikasi ponsel Anda meliputi :
1. Merk (misal Nokia, Siemens, Motorola,dll)
2. Jenis (misal 3210, M35, 3310, T18S)
3. No IMEI (optional, tapi sebaiknya dicatat, kalau
ada masalah)

Langkah Kedua :

Siapkan segera no telpon yang akan dituju! , serta
amati kuat sinyal pada indikator. Sebaiknya sinyal
pada posisi maksimum,artinya Anda tidak boleh terlalu
jauh dari base station, atau bila Anda berada dalam
ruangan tertutup, sebaiknya Anda keluar atau mencari
tempat dimana kuat sinyal diterima maksimal. Pastikan
no telepon yang Anda tuju siap untuk menerima telepon,
ini bisa Anda lakukan dengan menelepon, kemudian tutup
(missed call). Bila sedang sibuk, tunggu sampai idle.

Langkah Ketiga :

Lakukan prosedur eksekusi berikut :
1.Tekan tombol bintang (*)
2.Tekan tombol angka konversi untuk merk Anda :
Nokia : 23
Motorola : 17
Ericsson : 45
Samsung : 19
Siemens : 20

Untuk beberapa merk lain sedang dalam proses
pencarian.

3.Tekan tombol seri ponsel Anda :
Misal :
Nokia N3210 = 3210
Ericsson T10S = 10
Ericsson A6188 = 6188
Jadi ambil angkanya saja.

4.Tekan tombol pagar (#)
5.Ikuti dengan nomor telepon yang akan dituju :
Format : kode negara + kode wilayah + no telepon
Kalau yang ditelepon di Sukabumi,nomernya
222305 (no telp Stezie), maka harus ditekan: 62266222305

Keterangan
Kode negara : 62 dan Kode wilayah : 0266

6.Tekan tombol pagar (#)

Jadi sebagai contoh kalau saya punya ponsel Nokia
N73, dan ingin menelpon ke Palembang dengan no
telepon 370011(kode kota 0711), maka saya harus
menekan :*2373#62711370011#

Silahkan periksa sekali lagi sebelum kita melakukan
eksekusi terakhir!!!

LANGKAH TERAKHIR : VERY IMPORTANT THING

Pastikan pada layar ponsel Anda tertera karakter
dengan urutan yang benar! Kesalahan penggunaan bias
menyebabkan kartu Anda tidak berlaku lagi, dan saya
tidak bertanggungjawab untuk hal tersebut. Jadi
silakan periksa sekali lagi.

Sebelum Anda tekan Enter atau Call,yang harus Anda
perhatikan bahwa anda HARUS segera mematikan ponsel
pada hitungan antara detik ke-2 dan ke-3!!! Tidak
boleh LEBIH dan tidak boleh KURANG!!! Anda bisa
melakukannya pada detik ke 2.1 atau 2.4 atau 2.7
setelah penekanan tombol Call.

Sebaiknya Anda mempersiapkan jam tangan, lebih baik
bila ada stopwatch-nya. Setelah itu Anda bisa bicara
sepuasnya, mau beberapa jam, mau beberapa hari atau
bahkan berbulan-bulan, mau berteriak sekerasnya,
dijamin Anda tidak akan mengeluarkan biaya kecuali
yang telah dijelaskan di atas. Sebaiknya Anda
berbicara jangan di depan muka umum, karena akan
memalukan Anda sendiri.

Kalau sudah puas atau sudah lelah berbicara, silakan
nyalakan kembali ponsel Anda, siapa tahu ada orang
yang serius mau menghubungi Anda. Kasihan dia, mau
menelepon Anda tapi masuk ke mailbox terus.

Hihihihi…. Makanya bacanya jangan terlalu serius
masa’ mau nelpon nggak mau keluar pulsa, yang bener
aja..

Thursday, July 10, 2008

CERPEN...

Mimpi Terindah Sebelum Mati

Cerpen Maya Wulan

RAMADHANI, sekalipun sedang sekarat, aku masih ingat dengan ucapanku pada suatu kali. Di satuan waktu yang lain, berkali-kali kukatakan kelak aku akan lebih dulu pergi darimu. "Mati muda," kataku datar. Dan kau selalu saja mengunci mulutku dengan cara mencium bibirku. Memutus kata-kataku yang menurutmu tidak pantas. Hanya saja pada satu waktu, sebelum akhirnya kita harus berpisah untuk meluncur dihembuskan ke perut bumi, kau sempat menampar pipi kiriku ketika lagi-lagi aku mengulang kalimat tentang kematian itu. Tidak ada lagi ciuman seperti biasanya. Aku berpikir mungkin kau sudah tak bisa bersabar menghadapiku. Atau kau terlalu takut? Padahal aku sudah begitu sering bicara tentang daun yang bertuliskan namaku di ranting pohon itu. Bahwa dia, kataku, sedang menguning dan beranjak kering untuk kemudian bersegera gugur. Usianya sangat pendek, tidak akan sampai menyaingi usia kita di sana.

Tetapi kemudian kita bertemu lagi di tempat yang kita sebut kehidupan. Hanya saja situasi yang ada sangat berbeda. Kita masih seusia, tetapi tidak bisa dikatakan sebagai seorang yang dewasa. Bicara saja kita masih tidak tertata rapi. Ke sana kemari, khas bahasa anak-anak. Semua sangat berbeda dengan apa yang pernah kita lalui bersama di satuan waktu yang lampau. Sebelum kita berdua tertiupkan ke alam ini.

NAFASKU terpatah-patah. Aku merasa sangat lelah. Seperti seorang perempuan renta yang sedang menunggu masa tutup usia. Berjalan hanya dalam khayal yang sesungguhnya kedua kaki tak pernah melangkah kemana pun. Tapi aku memang belum tua. Meski juga tak bisa berlari-lari. Aku hanya terus berbaring dan berbaring. Sejak kepergian ayahku ke surga. Mataku masih menampung sekian banyak buliran bening yang belum mendapat giliran untuk tumpah. Aku terlanjur tertidur. Dan kini, aku bermimpi.

Ayahku berdiri dalam nuansa yang begitu lembut namun terkesan asing bagiku. Aku mencoba memanggilnya, tetapi suaraku tersumbat di tenggorokanku yang kering. Sudah lama sekali aku tidak minum air lewat mulutku. Hanya selang infus itu yang terus menembus tangan kananku selama ini. Ayahku begitu sunyi, seolah tak melihat kehadiranku di sini. Barangkali debur rindu di dadaku yang membuncah tak cukup keras untuk menjadi tanda keinginanku bertemu dengannya?

Aku melihat lagi gambaran ketika ayahku meninggalkanku dan ibuku. "Ayah harus ke luar negeri," kata ibuku padaku suatu malam.

"Untuk apa?" tanyaku.
"Untuk bekerja," sahut ayahku. "Ayah janji tidak akan pergi lama. Kau bisa menandai hari dengan terus mencoreti setiap penanggalan di kalender meja kerja ayah. Setiap hari. Dan tanpa kau sadari, ayah sudah akan kembali di sini."

Aku memasang wajah tak percaya, "Ayah janji?"
Ayahku mengangguk mantap. Ibuku tersenyum melihat tingkahku. Dan aku mengantarkannya ke bandara dengan berat hati.

Selanjutnya, aku disibukkan dengan mencoreti kalender milik ayahku. Tetapi ayahku pergi begitu lama. Sampai aku kelelahan menunggu dan mulai malas mencoreti kalender seperti yang pernah diminta ayah. Aku mulai menangis dan marah pada ibuku, juga semua orang. Tubuhku melemah karena aku selalu menolak makanan bahkan minuman. Aku enggan bicara, termasuk pada teman sepermainanku, Ramadhani. Sampai suatu hari ibuku mengatakan kalau ayahku tidak akan pulang lagi. "Ayah sudah terbang ke surga," katanya.

Sejak itu aku sangat membenci angka-angka. Aku benci penanggalan dan tidak mau melihat kalender terpajang di rumah. Aku benci menghitung sesuatu. Aku juga mulai suka melukai diriku sendiri. Hingga akhirnya aku jatuh sakit dan harus terbaring di rumah sakit yang bagiku baunya sangat tidak enak.

Bayangan ayahku dan nuansa lembut itu perlahan-lahan memudar. Aku mencari-cari dan menajamkan pandanganku, tetapi percuma. Di hadapanku, suasana berganti menjadi demikian putih dan rapat oleh kabut tebal yang mengeluarkan hawa dingin. Satu sosok laki-laki dewasa tampak berjalan menembus kabut menuju padaku. Tubuhnya jauh lebih tinggi dariku. Dia tersenyum dan menggandeng tanganku. Kulit tangannya terasa begitu halus di telapakku.

Sambil mengajakku untuk duduk, laki-laki itu bercerita tentang langit dan menyebut-nyebut surga. Aku teringat pada ayahku dan bertanya kepada laki-laki di sebelahku, "Apa ayahku ada di sana?"

"Benar," jawabnya.
"Di mana?"
"Di langit ke tujuh."
"Apa kita bisa ke sana?" tanyaku tak sabar.
"Kelak kita akan ke sana. Tapi, ada syaratnya."
"Apa syaratnya?" sahutku semangat.
"Kau terlebih dulu harus bisa menghitung jumlah langit itu. Kalau tidak, kau tidak akan bisa sampai ke tempat ayahmu. Karena kau akan tersesat."

"Kalau begitu lupakan! Aku tidak mau menghitung. Aku benci angka-angka!" aku berteriak.
"Di langit, kau juga bisa menghitung bintang-bintang."
"Aku tidak mau menghitung langit atau apa pun."
"Percayalah, kau akan menyukainya."
"Untuk apa aku menghitung bintang-bintang?"
"Mungkin di sana ayahmu juga sedang menghitung bintang-bintang."
"Benarkah?"

Laki-laki itu mengangguk. Aku memeluknya tanpa ragu-ragu. Suasana begitu hening mengurung kami berdua. Aku menyandarkan kepalaku ke dada laki-laki itu. Tidak ada suara apa pun di tempat ini, kecuali detak jantungku sendiri. Degup yang sudah cukup lama ini terasa sangat lemah. Aku menikmati detak jantungku yang menjelma nada indah tersendiri bagiku.

"Apa kita bisa menghitung suara ini?" kataku menunjuk bunyi jantungku.
"Ya, tentu. Hitunglah. Akan sangat menyenangkan kalau kita menghitung sesuatu yang kita sukai."
"Apa suara ini akan selalu berbunyi selamanya?"
"Tidak. Dia akan berhenti, kalau kau sudah mati."
"Mati? Pergi ke surga, seperti ayahku? Begitukah?"
"Ya."
"Kalau aku mati, apa aku bisa bertemu ayahku?"
"Tentu saja."
"Aku ingin sekali suara ini berhenti berbunyi," kataku pelan.
"Ibumu akan bersedih jika kau meninggalkannya," jawab laki-laki itu.

"Jangan beritahu ibuku kalau aku mati. Berjanjilah untuk diam. Seperti yang dilakukan ibu padaku dulu, ketika ayah meninggalkan kami."
"Bagaimana dengan temanmu, Ramadhani?"

Aku terhenyak. Ramadhani? Ah, aku melupakannya. Apa aku tega meninggalkannya begitu saja? Tapi…bukankah aku sudah mengatakan hal ini kepadanya dulu, di satuan waktu yang lain? Tentu dia akan mengerti.
Aku baru saja akan mengatakan pada laki-laki itu bahwa Ramadhani akan baik-baik saja jika harus kutinggalkan, tetapi dia telah lenyap dari pandanganku. Aku tidak lagi berada dalam pelukannya. Suasana yang putih berkabut kini berganti dengan taman yang sangat indah dan penuh bunga. Aroma wangi dari kelopak-kelopak yang bermekaran memenuhi tempat yang belum pernah sekalipun kutemui ini.
Saat itu, di kejauhan, aku kembali melihat sosok ayahku berdiri sendiri. Kali ini dia menatap ke arahku dan tersenyum. Aku membalas senyumannya dengan berjalan menujunya. Tetapi pandanganku mendadak mengabur. Aku berjalan terus sampai semuanya semakin tak terlihat olehku. Aku menghentikan langkahku dengan rasa kecewa.
Aku teringat pada teman kecilku. Ramadhani, kalau setelah ini aku harus pergi, maka semua yang kulihat barusan akan menjadi satu mimpi terindah sebelum matiku. Kataku dalam hati.

AKU lihat kau duduk di samping pembaringanku. Matamu teduh tetapi berkaca-kaca. Ruangan rumah sakit ini lebih tampak seperti kamar mayat. Dingin, sepi, dan jiwa-jiwa yang beku. Aku masih tertidur. Sesekali berteriak menyapamu, tetapi kau tak mendengarku. Mimpi yang kulihat masih tersisa dengan kaburnya. Kau takkan percaya, Ramadhani, aku bertemu ayahku dalam mimpiku.

Aku teringat dunia yang lain. Waktu kau, Ramadhani, menciumi bibirku ketika aku bicara tentang mati. Tapi kini kau tampak sedikit berbeda. Wajahmu terlihat sangat ketakutan seolah sedang menonton opera kematian. Dan, ah, Ramadhani, lihat! Ayahku datang lagi. Mimpiku jelas kembali. Dengan cepat aku menenggelamkan diri di gambaran mimpiku.

Di belakangku, ayahku merentangkan tangannya untukku. Dadaku penuh rasa rindu yang tak tertawar lagi. Dan…di arah yang berlawanan, "Hei, itu kau, Ramadhani. Kau juga di sini?" tanyaku. Tapi kau diam. Kaku. Tak lama kemudian kau memanggil namaku dengan sangat pelan. Nyaris tak terdengar olehku. Sebenarnya kau mau aku datang padamu atau tidak?

Aku tak bisa memilih. Antara ayahku dan kau, dalam mimpiku. Napasku sudah total terengah-engah. Ini melelahkan, Ramadhani. Tetapi juga menyenangkan. Pengalaman unik yang tak bisa sembarangan diceritakan. Aku yakin sekali ini jauh lebih menarik daripada menghitung langit atau bintang.

Kemudian semua terpastikan. Seseorang di atas kepalaku, menarik sesuatu dari tubuhku. Ada yang terlepas dengan begitu lekas. Sangat cepat, tetapi sempat membuatku tercekat.

Aku lupa semua mimpiku. Tiba-tiba ayahku sudah memelukku dengan eratnya. Sementara kau menangis di pelukan ibuku, di ujung pembaringanku. Dokter mencabut selang infusku. Aku berteriak untukmu, "Aku akan merindukan ciumanmu, Ramadhani." Tapi lagi-lagi kau tak dapat mendengarku, melainkan hanya terus menangis. ***

Sidoarjo-Yogyakarta, 2004-2005

CERPEN

PECUNDANG

Cerpen: Wayan Sunarta

Akhirnya aku kembali ke tempat ini. Aku tidak bisa menahan perasaanku untuk tidak menemuinya lagi. Aku hanya ingin melihatnya dari jarak yang agak jauh, dari tempat yang agak terlindung. Dari balik malam, dengan leluasa aku bisa melihatnya tertawa dan tersenyum --tawa dan senyum yang dibuat-buat-- di hadapan para tamu.

Tempat dia duduk menunggu tamu cukup terang bagi mataku, meski tempat itu hanya ditaburi cahaya merah yang redup. Aku masih bisa merasakan pancaran matanya yang pedih. Aku merasa dia sedang memperhatikan aku. Aku berusaha bersembunyi di balik kerumunan para pengunjung yang berseliweran di luar ruangan. Tapi sejenak aku ragu, apakah benar dia melihatku? Ah, jangan-jangan itu hanya perasaanku saja. Aku yakin dia kecewa dengan aku. Dia kecewa karena aku gagal membawanya pergi dari tempat ini.

Hampir setiap malam aku mengunjungi tempat ini hanya untuk melihatnya dari kegelapan dan memastikan dia baik-baik saja. Aku seperti mata-mata yang sedang mengintai mangsanya. Atau mungkin aku seorang pengecut yang tidak berani menunjukkan batang hidung setelah kegagalan yang menyakitkan hatiku. Atau bisa jadi aku telah menjadi pecundang dari kenyataan pahit ini.

Biasanya aku akan datang sekitar jam delapan malam. Aku memarkir motor di kegelapan dan berjalan perlahan menuju tempat dia biasa menunggu tamu. Jelas aku tidak akan berani masuk ke dalam ruangan yang pengab dengan asap rokok dan bau minuman itu. Aku terlanjur malu dengan dia. Makanya, aku hanya berani berdiri di luar, di dalam kegelapan, dengan tatapan mata yang sangat awas yang tertuju pada ruangan di mana dia duduk santai sambil mengepulkan asap rokoknya.

Seringkali aku dibakar api cemburu ketika ada lelaki yang menghampirinya dan merayunya. Api cemburu itu semakin menjadi-jadi ketika dia juga meladeni lelaki yang merayunya dengan senyum dan tawa. Dan hatiku benar-benar hangus ketika kulihat dia masuk ke dalam biliknya ditemani lelaki itu. Saat itu juga batok kepalaku dipenuhi berbagai pikiran-pikiran buruk. Ya, sudah jelas, di dalam bilik sederhana itu mereka akan bergulat, bergumul, dan saling terkam dalam dengus napas birahi.

Ah, sebenarnya tidak begitu. Itu hanya pikiran-pikiran burukku saja. Aku tahu dia perempuan lugu yang terjebak dalam situasi seperti itu. Semacam anak kijang yang masuk perangkap pemburu.

Aku merasa aku telah jatuh hati padanya. Kamu tahu, bagaimana proses jatuh hati itu kualami? Baiklah, akan kuceritakan untukmu. Saat itu aku diajak oleh kawan karibku datang ke tempat ini. Kawanku itu menemui langganannya. Sedang aku hanya bengong-bengong di ruangan sambil minum kopi. Seorang ibu paruh baya menghampiriku. Dengan mata genit ibu itu mengatakan padaku kenapa aku tidak masuk kamar? Aku bilang bahwa aku lagi ingin sendiri, lagi ingin menikmati suasana saja. Ibu itu mengatakan ada yang baru, masih belia, baru datang dari kampung. Ibu itu bilang usianya baru 15 tahun. Dalam hati aku tertarik juga dengan perkataan ibu itu. Wah, masih belia sekali? Aku jadi ingin tahu kayak apa perempuan yang dibilang belia itu? Ibu tua itu kemudian memanggil dia.

Sehabis mandi, ibu tua itu mengantar perempuan itu kepadaku. Dengan malu-malu perempuan ingusan itu duduk di sebelahku. Dia hanya diam dan tidak berkata-kata. Wajahnya manis dan memang masih bau kencur. Entah anak siapa yang disesatkan ke tempat seperti ini. Ibu tua itu menyuruhku segera mengajaknya masuk kamar, tentu dengan tarif khusus, lebih mahal dari biasanya.

Di dalam kamar, perempuan itu masih diam, tak banyak bicara. Dari wajah kekanak-kanakannya terpancar perasaan cemas dan keragu-raguan. Aku jadi iba melihat tingkahnya yang memelas itu. Aku segera mencegah saat dia hendak melucuti busananya. Dia bingung dengan tingkahku.

"Saya harus melayani tamu saya," jelasnya.

"Aku tak perlu dilayani. Aku hanya ingin ngobrol denganmu. Dan aku akan tetap membayar sesuai tarif yang telah disepakati," ujarku.

Aku menatap wajah yang lugu itu. Entah kenapa aku jadi tidak tega dan merasa simpati dengan dia. Mungkin aku terjebak pada pancaran matanya yang begitu diliputi kepolosan sekaligus kecemasan. Aku telah mengenal sejumlah perempuan yang bekerja seperti ini. Tapi dengan perempuan satu ini, aku merasakan dalam diriku bangkit suatu keinginan menjadi hero, ingin menyelamatkannya.

Aku mendekapkan kepalanya ke dadaku. Aku membelai-belai rambutnya yang sebahu. Tiba-tiba saja aku merasa menjadi seorang kakak yang ingin melindungi adiknya dari segala marabahaya.

"Mengapa kamu bisa berada di tempat seperti ini?" tanyaku lirih. "Seharusnya kamu menikmati masa-masa sekolahmu, seperti teman-temanmu yang lain.."

Perempuan itu diam dan menatapku lembut.

"Saya tidak tahu, Mas. Saya diajak oleh tante saya ke sini. Saya dijanjikan pekerjaan dengan gaji yang menggiurkan. Tapi ternyata saya dijebak di sini oleh tante saya sendiri."

Aku kaget mendengar pengakuannya yang memilukan itu. Diam-diam dalam hatiku, rasa kasihan perlahan menjelma rasa simpati dan keinginnan untuk mengasihinya.

"Kamu ingin pergi dari tempat ini?"

"Ya, jelas, Mas. Tapi bagaimana caranya saya bisa pergi dari sini?"

"Aku akan ngomong sama bosmu."

"Mustahil, Mas!"

"Mengapa mustahil?"

"Mas tidak paham situasi di sini. Sekali perempuan terjebak dalam tempat ini, maka seumur hidup akan berkubang di sini."

"Tidak. Aku akan menyelamatkanmu. Kamu harus melanjutkan sekolahmu. Dan kamu mesti cari kerja yang lebih bagus dari kerja begini."

Perempuan bau kencur itu menundukkan kepalanya. Matanya memancarkan harapan, harapan bagi sebuah kebebasan.

Aku cium keningnya. Aku bisikkan beberapa patah kata agar dia bersabar dan tabah. Aku ke luar dari bilik dengan perasaan gundah.

"Gimana, Mas? Bagus, kan?" Ibu paruh baya itu berdiri di depan pintu dan mengerlingkan mata genit ke arah mataku.

Tiba-tiba saja aku ingin muntah melihat tampang ibu genit itu.

"Aku ingin ngomong sama bosmu," ujarku dengan nada agak geram.

"Ada apa, Mas? Apa servisnya tidak memuaskan ya...? Wah, kalo gitu saya akan lapor ke bos."

"Jangan. Bukan masalah itu. Ada yang aku ingin bicarakan sama bosmu. Tolong panggil dia."

Perempuan paruh baya kepercayaan bos itu tergopoh-gopoh menemui bosnya. Tak berapa lama, dia muncul kembali mengiringi perempuan agak gembrot dengan wajah menyiratkan kelicikan.

"Ada apa, Mas? Apa dia tidak melayani Mas dengan baik?"

"Bukan masalah itu, Bu. Kira-kira kalau aku ingin mengajak dia keluar dari sini, gimana?"

Wajah perempuan gembrot yang licik itu seketika berubah curiga.

"Maksud Mas gimana?"

"Aku ingin mengajak dia pergi dari sini."

"Kalau begitu Mas harus menebusnya Rp 5 juta, gimana?"

Aku terkesiap. Gila benar si gembrot ini. Mengapa aku mesti menebusnya sebanyak itu? Bukankah setiap orang berhak memilih kebebasannya?

"Kenapa aku mesti menebus sebanyak itu? Dia bukan barang mati. Dia manusia yang memiliki kebebasannya," ujarku geram.

Si gembrot tersenyum sinis.

"Mas ini kayak tidak mengerti aja. Dia berada di bawah pengawasan dan tanggung jawab saya. Tantenya telah menitipkan dia pada saya."

"Kalau begitu, kamu tidak berhak menjual dia dengan mempekerjakan dia sebagai pelacur," ujarku semakin geram melihat tingkah si gembrot.

"Hidup makin sulit Mas. Semua orang perlu uang dan sekarang ini segala sesuatu diukur dengan uang. Begini saja Mas. Kalau Mas mau membawa dia, maka Mas sediakan uang Rp 5 juta. Itu saja."

Si gembrot sambil menggerutu pergi meninggalkan aku yang masih terbengong-bengong. Sejenak aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat. Aku pun pergi meninggalkan tempat itu dengan perasaan luka. Sepintas kulihat mata perempuan yang ingin kuselamatkan itu berkilat basah menatap kepergianku.

Beberapa hari kemudian aku berusaha mendapatkan uang sebanyak itu untuk menebus dia. Aku berusaha meminjam kepada kawan-kawanku. Namun usaha kerasku hanya berbuah kesia-siaan. Aku hanya bisa mengumpulkan Rp 2 juta. Aku kembali ke tempat itu dan mencoba tawar-menawar dengan si germo gembrot, tapi sia-sia belaka. Si gembrot tetap pada pendapatnya semula.

Aku merasa kecewa dengan diriku sediri. Aku tidak berdaya menyelamatkan dia. Aku tidak habis-habisnya mengutuki diriku sendiri, mengapa aku tidak berkesempatan jadi orang kaya.

Maka seperti saat ini, setiap malam aku hanya bisa menatap dia dari kegelapan malam. Sambil menahan hatiku yang hampir hangus dibakar cemburu, aku melihat dia bercengkerama dengan para tamu. Sepertinya dia bahagia dengan pekerjaan yang dijalaninya. Setiap melihat senyum dan tawanya, aku merasa bersalah sekaligus kecewa dengan diriku sendiri. Pada akhirnya aku hanya jadi pecundang.***

Denpasar, 2005


BIODATA SINGKAT
WAYAN SUNARTA lahir di Denpasar, 22 Juni 1975. Lulusan Antropologi Fakultas Sastra Universitas Udayana. Sempat mencicipi studi seni lukis di ISI Denpasar. Menulis puisi, cerpen, feature, esai dan ulasan seni rupa.

CERPEN

Jangan Menyebut Dua Frasa Itu

Cerpen Marhalim Zaini

Yang hidup di tepi laut, tak takut menyambut maut.
Tapi ia, juga orang-orang yang tubuhnya telah lama tertanam dan tumbuh-biak-berakar di kampung nelayan ini, adalah sekelompok paranoid, yang menanggung kecemasan pada dua frasa. Dua frasa ini merupa hantu, bergentayangan, menyusup, menyelinap, dan acapkali hadir dalam sengkarut mimpi, mengganggu tidur. Dan saat bayangannya hadir, ia membawa kaleidoskop peristiwa-peristiwa buruk, yang menyerang, datang beruntun. Maka, ketahuilah bahwa dua frasa itu sesungguhnya kini hadir lebih sebagai sebuah energi negatif yang primitif, selain bahwa ia juga sedang menghadirkan dirinya dalam sosoknya yang energik, molek dan penuh kemegahan.

Tapi mampukah ia, si renta yang bermulut tuah, bertahan untuk tidak menyebut dua frasa itu, yang sesungguhnya telah demikian lekat bersebati di ujung lidahnya, bagai asin laut yang ia cecap setiap hari dan terus mengalir di air liur ke-melayu-annya.

"Ingat ya Tuk, Datuk tak boleh menyebut dua frasa itu. Bahaya!" Demikian proteksi dari yang muda, dari cucu-cicitnya. Dan merekalah yang sesungguhnya membuat ia kian merasa cemas. Di usianya yang susut, ia justru merasa kekangan-kekangan datang menelikung. Tak hanya kekangan fisik karena kerentaan yang datang dari kodrat-kefanaan tubuhnya sendiri, tapi juga kekangan-kekangan yang kerap ia terima dari orang-orang di luar tubuhnya. Orang-orang yang sebenarnya sangat belia untuk mengetahui rasa asam-garam, sangat rentan terhadap patahnya pepatah-petitih di lidah mereka.

Tapi, di saat yang lain, ia merasa aneh. Kenapa dua frasa itu, akhir-akhir ini demikian bergaram di lidahnya, tetapi demikian hambar di lidah orang muda? Tengoklah mereka, orang-orang muda, mengucapkan dua frasa itu seperti angin yang ringan, terlepas begitu saja, dan terhirup tak berasa. Dua frasa itu mereka ucapkan di merata ruang, merata waktu. Dari ruang-ruang keluarga, sampai dalam percakapan di kedai kopi. Dan setelahnya, secara tersurat, memang tak ada satu pun peristiwa buruk yang tampak terjadi, seperti layaknya ketika ia, si lelaki renta, yang mengucapkannya.

"Datuk kan bisa melihat akibatnya, ketika dua frasa itu keluar dari mulut Datuk yang bertuah itu. Badai topan datang menyerang dari arah laut. Habis semua rumah-rumah penduduk. Lintang-pukang seisi kampung nelayan. Nah, kalau Datuk memang tak ingin melihat anak-cucu-cicit datuk porak-poranda, ya sebaiknya Datuk jangan sesekali menyebut dua frasa itu. Dan Datuk tak boleh iri pada kami, ketika kami dengan sangat bebas bisa menyebut dua frasa itu, karena Datuk sendiri tahu bahwa lidah kami memang tak sebertuah lidah Datuk."

Tapi ia, si lelaki renta itu, selalu merasakan ada yang aneh. Instingnya mengatakan bahwa ada badai-topan dalam wujudnya yang lain yang sedang menyerang, sesuatu yang tersirat. Sejak ia mengunci mulut untuk tidak menyebut dua frasa itu, justru kini ia menyaksikan persitiwa-peristiwa buruk yang lain datang, sedang menyusun kaleidoskopnya sendiri. Tengoklah, kenapa kian menjamurnya anak-anak perempuan yang hamil luar nikah, dan anak-anak terlahir tak ber-Ayah. Kenapa kian dahsyatnya anak-anak muda yang tenggen, mengganja, dan saling membangun anarkhi dan istana-istana mimpi dalam tubuh mereka. Kadang-kadang malah mereka kini tampak serupa robot, atau bahkan kerbau dungu, atau serupa mesin-mesin yang bergerak cepat tak berarah, membabi-buta. Akibatnya, kampung nelayan yang serupa tempurung ini, kini lebih tampak sebagai sebuah ruang diskotek tua yang pengap, sebuah ruang yang sedang menanggung beban masa lampau sekaligus beban masa depan.

Dan tengoklah pertikaian demi pertikaian yang terjadi. Jaring Batu hanyalah sebuah sebab, yang membuat perahu-perahu dibakar, orang-orang diculik, dipukul, dan perang saudara kemudian membangun tembok yang sangat angkuh di antara orang-orang Pambang dan orang-orang Rangsang. Hanya egoisme sesat yang membuat mereka lupa bahwa mereka sesungguhnya berasal dari satu rumpun, satu ras, satu suku. Dan mereka para nelayan, yang mestinya adalah para penjaga tepian ini, tapi kini mereka telah menjelma para nelayan yang meruntuhkan tepian ini.

Peristiwa buruk lain yang kini melanda adalah timbulnya beragam penyakit yang aneh. Penyakit-penyakit yang tak bisa disembuhkan hanya dengan tusukan jarum suntik pak mantri, dan kebal dari obat-obat generik yang dijual di kedai-kedai runcit. Dan anehnya lagi, penyakit-penyakit itu membuat si penderita seperti terkunci mulutnya untuk bisa mengucapkan dua frasa itu. Dan biasanya, ujung dari deritanya, mereka kebanyakan menjadi bisu, tak mampu mengucapkan sepatah kata pun selain erangan.

Dan ia, si lelaki renta itu, seolah dapat memastikan bahwa sebab dari semua ini adalah karena kelancangan mereka yang menyebut dua frasa itu secara sembarangan. Tak hanya itu, dua frasa itu kini bahkan telah diperjual-belikan ke mana-mana, karena rupanya ia bernilai tinggi karena dianggap eksotis dan jadi ikon historis. Maka dua frasa itu diproduksi, seperti layaknya memproduksi kayu arang atau ikan asin. Dan anehnya, mereka tidak percaya bahwa lidah mereka sendiri sebenarnya juga bergaram. Tapi mungkin garam dengan rasa asinnya yang lain.

Sesekali ia, lelaki renta itu, pernah juga melemparkan saran, "Sebenarnya kalian juga tak boleh menyebut dan memperlakukan dua frasa itu secara sembarangan. Buruk padahnya nanti." Tapi, saran dari seorang renta yang bersuara parau, bagi mereka, hanya bagai suara gemerisik semak dalam hutan. Dan mereka selalu menjawab dalam bisik yang sumbang, "Maklum, masa mudanya tak sebahagia kita…"
***
Tapi di malam yang mendung itu, ia tak menduga tiba-tiba segerombolan orang secara agak memaksa, membawanya ke tepian laut. Lelaki renta itu bingung, kenapa orang-orang yang biasanya selembe saja padanya, kini demikian bersemangat memintanya untuk ikut bersama mereka. Apakah ada sebuah perayaan? Setahu ia, di sepanjang bulan ini tak ada perayaan hari besar maupun perayaan adat. Dan, kalaupun ada, biasanya ia lebih sering tidak diundang, karena mungkin dianggap telah demikian uzur, atau mungkin kehadirannya membuat orang-orang muda tak bebas berekspresi, karena pastilah terkait dengan pantang-larang.

Sesampainya di tepian laut, ia menyaksikan orang-orang telah duduk bersila, sebagian bersimpuh, di atas pasir hitam. Mereka tampak tertunduk demikian hikmat. Di bibir pantai, terlihat beberapa buah perahu yang berbaris, seperti barisan meriam yang moncongnya mengarah ke laut, siap diluncurkan. "Ah, inilah satu frasa itu, yang tampaknya akan dilayarkan ke satu frasa yang lain," pikir lelaki renta itu. Dan ia langsung dapat menduga bahwa akan ada sebuah upacara pengobatan tradisional. Tapi siapa yang sakit?

Seorang muda, tiba-tiba seperti berbisik ke telinga lelaki renta itu. "Datuk, kami mengundang Datuk ke sini untuk meminta Datuk supaya bisa mengobati kami semua." Lelaki renta yang dipanggil Datuk itu agak terkejut. Keningnya berkerut. Ia tidak melihat ada gejala atau tanda-tanda bahwa orang-orang yang berada di sini dalam keadaan sakit. Yang tampak olehnya adalah sekumpulan besar orang yang seperti sedang berdoa. Tapi pemuda itu berbisik lagi, "Datuk, kami semua yang berkumpul di sini sedang menderita penyakit bisu. Sebagian mereka telah benar-benar bisu dan tak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Dan sebagian kecil yang lain, termasuk saya, tak bisa mengucapkan dua frasa itu, Datuk. Sementara untuk melakukan upacara ini tentu harus mengucapkan dua frasa itu kan, Datuk? Untuk itu, kami semua meminta Datuk untuk melakukan prosesi pengobatan… …pengobatan…pengobatan…tak bisa Datuk, saya betul-betul tak bisa mengucapkannya." Lidah pemuda itu seperti tersangkut saat hendak menyebut sebuah frasa.

Lelaki renta itu seperti tak percaya. Tapi kepalanya tampak mengangguk-angguk perlahan. Lalu ia mendekatkan mulutnya ke telinga pemuda, dan membalas berbisik, "Anak muda, kalian pernah melarangku untuk mengucapkan dua frasa itu. Kini kalian juga yang meminta aku untuk mengucapkannya. Apakah kalian tak takut badai topan yang akan menyerang? Kalian tak takut maut?"

Pemuda itu tertunduk ragu. Tak lama kemudian berbisik kembali. "Datuk, kami semua pasrah. Kalaulah ditakdirkan untuk menerima badai topan, dan kami harus mati karenanya, mungkin itu akan lebih baik daripada kami harus hidup membisu, dan tak bisa mengucapkan dua frasa itu…"

Bibir lelaki renta itu mengguratkan senyum. Ia kini tak yakin bahwa ia akan mampu bertahan untuk tidak menyebut dua frasa itu, yang sesungguhnya telah demikian lekat bersebati di ujung lidahnya, bagai asin laut yang ia cecap setiap hari dan terus mengalir di air liur ke-melayu-annya. Paling tidak di dalam hatinya, ia senantiasa mengucapkan dua frasa itu menjadi sebuah kalimat, Lancang Kuning yang tersesat di tepian Selat Melaka.***
Pekanbaru, 2005

Wednesday, July 9, 2008

Tentang Vertigo




VERTIGO


Pendahuluan

Vertigo dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk gangguan keseimbangan atau gangguan orientasi di ruangan (1)Istilah yang sering digunakan oleh awam adalah: puyeng, sempoyongan, mumet, pusing, pening, tujuh keliling, rasa mengambang, kepala terasa enteng, rasa melayang (1). Vertigo perlu dipahami karena merupakan keluhan nomer tiga paling sering dikemukakan oleh penderita yang datang ke praktek umum, bahkan orang tua usia sekitar 75 tahun, 50 % datang ke dokter dengan keluhan vertigo.

Definisi

Perkataan vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere yang artinya memutar (2). Pengertian vertigo adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh. Vertigo (sering juga disebut pusing berputar, atau pusing tujuh keliling) adalah kondisi di mana sesorang merasa pusing disertai berputar atau lingkungan terasa berputar walaupun badan orang tersebut sedang tidak bergerak.

Kelainan ini terjadi karena gangguan keseimbangan baik sentral atau perifer, kelainan pada telinga sering menyebabkan vertigo. Untuk menentukan kelainan yang menyebabkan vertigo dokter THT-KL biasanya akan melakukan pemeriksaan ENG (elektronistagmografi).



Vertigo


Vertigo adalah sensasi berputar yang dapat terjadi kapanpun, meski tubuh kita dalam keadaan berdiri tegak. Lingkungan sekitar tampak bergerak, baik vertikal maupun horisontal. Beberapa orang merasakan bahwa mereka benar-benar berputar. Efeknya bisa ringan atau bahkan berat hingga kita bisa jatuh ke lantai.

Vertigo berbeda dengan dizziness, suatu pengalaman yang mungkin pernah kita rasakan, yaitu kepala terasa ringan saat akan berdiri. Sedangkan vertigo bisa lebih berat dari itu, misalnya dapat membuat kita sulit untuk melangkah karena rasa berputar yang mempengaruhi keseimbangan tubuh.


Gejala vertigo
Vertigo dapat terjadi tiba-tiba dan berlangsung sebentar, tapi dapat pula terjadi selama beberapa hari. Mereka dengan vertigo yang berat bisa jadi tak dapat bangun dari tempat tidur dan hal ini akan mempengaruhi aktivitasnya sehari-hari. Untuk itu, gejala vertigo dapat bervariasi tergantung berat ringannya. Gejala yang dapat dirasakan antara lain:
  • Tempat anda berpijak terasa berputar atau bergerak-gerak
  • Mual
  • Muntah
  • Sulit berdiri atau berjalan
  • Sensasi kepala terasa ringan
  • Tak dapat memfokuskan pandangan

Penyebab vertigo

Vertigo seringkali disebabkan oleh adanya gangguan keseimbangan yang berpusat di area labirin atau rumah siput di daerah telinga. Kemungkinan penyebab vertigo yaitu:
  • Infeksi virus seperti common cold atau influenza yang menyerang area labirin
  • Infeksi bakteri yang mengenai telinga bagian tengah
  • Radang sendi di daerah leher
  • Serangan migren
  • Sirkulasi darah yang berkurang dapat menyebabkan aliran darah ke pusat keseimbangan otak menurun
  • Mabuk kendaran
  • Alkohol dan obat-obatan tertentu

Pencegahan vertigo

Langkah-langkah berikut ini dapat meringankan atau mencegah gejala vertigo:
  • Tidurlah dengan posisi kepala yang agak tinggi
  • Bangunlah secara perlahan dan duduk terlebih dahulu sebelum kita berdiri dari tempat tidur
  • Hindari posisi membungkuk bila mengangkat barang
  • Hindari posisi mendongakkan kepala, misalnya untuk mengambil suatu benda dari ketinggian
  • Gerakkan kepala secara hati-hati jika kepala kita dalam posisi datar (horisontal) atau bila leher dalam posisi mendongak.
Benign positional vertigo adalah bentuk vertigo yang menyerang dalam jangka waktu pendek namun berulang-ulang. Gejalanya hanya dalam hitungan detik tetapi bisa cukup berat, seringkali muncul setelah kita terserang infeksi virus atau adanya peradangan dan kerusakan di daerah telinga tengah. Gejalanya bisa muncul jika kita menggerakkan kepala tiba-tiba, misalnya saat menoleh dengan gerakan yang cepat.

Umumnya kasus vertigo merupakan kasus yang ringan dan tidak berbahaya. Namun, jika gejala itu muncul berulang atau menetap, perlu dilihat apakah ada faktor yang menyebabkannya. Jika gejala tersebut sangat mengganggu aktivitas kita, segera periksakan diri ke dokter untuk menentukan apakah ada penyebab yang serius dan terapi yang tepat untuk menyembuhkan vertigo kita.

VERTIGO , BISA AWAL DARI STROKE

k semalaman, badan kita akan terasa segar kembali. Rasa lesu dan capek pun hilang. Sebaliknya, kalau saat bangun tidur kepala malah terasa pusing atau berputar (sehingga mengakibatkan tubuh sempoyongan saat kita mencoba berjalan), lalu dibarengi pula rasa mual, dalam hati kita langsung bertanya-tanya, jangan-jangan ada yang kurang beres di bagian kepala kita. Betul! Gejala sempoyongan biasanya dihubungkan dengan gangguan pada sistem keseimbangan yang sering disebut vertigo.

Gangguan keseimbangan ini cukup beragam, sehingga banyak di antara para penderita sulit mengemukakan keluhannya secara rinci dan tepat. Ada yang muncul saat berbaring pada posisi tertentu, ada yang saat tengadah. Ada lagi penderita yang gejalanya mereda sendiri setelah mengalami vertigo selama beberapa hari. Namun setelah mereda, penderita masih diganggu oleh rasa tidak stabil seolah berada di atas kapal yang diombang-ambingkan ombak. Ada pula vertigo yang baru muncul setiap kita berhadapan dengan keramaian, atau sebaliknya, saat kita berada di tengah lapangan luas yang kurang penerangan. Jangan dilupakan pula vertigo yang banyak dialami oleh para penyelam yang belum berpengalaman, karena kehilangan orientasi sehingga merasa cemas bercampur bingung.

Telinga kemasukan air

Untuk bisa mengetahui duduk perkara munculnya "penyakit" ini, kita perlu menengok sistem keseimbangan tubuh. Dalam otak terdapat alat keseimbangan tubuh sentral dan alat keseimbangan perifer (tepi). Otak kecil (cerebellum) yang letaknya di bagian belakang kepala merupakan pusat keseimbangan sentral. Sebab itu kalau kepala bagian belakang terbentur atau cedera pasti sistem keseimbangan kita akan terganggu dan muncullah gangguan vertigo.

Sedangkan alat keseimbangan perifer meliputi alat keseimbangan dalam telinga (vestibular). Sifatnya sangat sensitif terhadap perubahan atau kelainan apa pun pada organ tersebut. Misalnya akibat salesma berat, masuk angin, atau kurang tidur terjadi infeksi pada telinga, sehingga aliran darah kurang sempurna. Semuanya ini bisa menyebabkan vertigo.

"Vertigo karena gangguan pada sistem vestibular ini datangnya bisa mendadak (akut) dan dirasakan berat," kata dr. Robert Loho Sp.S. dari RS Siloam Gleneagles, Lippo Karawaci, Tangerang. "Penderita merasa seolah-olah berputar, pusing tujuh keliling sampai mual dan muntah-muntah."

Begitupun, menurut spesialis penyakit saraf ini, penanggulangan gangguan ini pada umumnya mudah dan cepat. "Dengan memberikan obat khusus, gangguan akan segera reda," tambah Robert Loho.

Pemeliharaan keseimbangan tubuh memang dikendalikan oleh gerakan volunter (sengaja) dan reflektoris (refleks) kepala, leher, badan dan anggota gerak, bola mata, serta gerakan involunter organ tubuh bagian dalam. Arah sempoyongan yang dirasakan penderita selalu ke sisi yang terganggu, diikuti gangguan pandangan mata yang seolah-olah gelap serta gangguan organ dalam yang menyebabkan rasa mual dan muntah.

Selain karena gangguan pada organ telinga, vertigo bisa juga muncul karena gangguan pada mata atau leher. Misalnya, ukuran lensa antara mata kiri dan kanan berbeda jauh, atau terjadi gangguan pada sumbu mata sehingga penglihatan menjadi rangkap.

Fasilitas kerja yang ergonomis

Gejala vertigo seringkali dikacaukan dengan gejala migren, padahal kedua hal ini tidak sama. Pada migren, sakit kepala terasa berdenyut-denyut pada satu sisi, serangan berlangsung 4 - 72 jam. Intensitas serangan bisa sedang sampai hebat disertai mual, acap kali sampai takut pada cahaya atau suara.

Banyak penderita migren mengalami gejala serangan distorsi dalam bentuk, posisi, waktu, dan tempat yang aneh. Gejala yang lebih parah, penglihatan berkurang-kunang, di tengah lapang pandangnya muncul bintik-bintik terang benderang (aura). Dalam beberapa saat bintik menjadi sebesar telur yang menyebar ke samping kiri. Tampak kabur atau gelap di tengahnya, dikelilingi cahaya terang. Bayangan ini setelah lima menit memudar pelahan-lahan. Tapi kemudian rasa nyeri di sebelah kepala mulai datang. Penderitanya jauh lebih sedikit dibandingkan penderita vertigo.

Penderitaan karena vertigo pada umumnya tidak seberat itu, kecuali kalau penyebabnya serius, seperti awal stroke atau tumor. Namun begitu diketahui penyebabnya, dengan obat tertentu gejala mudah dihilangkan.

Penyebab vertigo terbanyak, ungkap dr. Robert Loho, adalah gangguan pada leher. Muasalnya, tulang dan otot berfungsi sebagai struktur penyangga atau pendukung leher. Maka pengapuran pada tulang leher mudah menimbulkan ketegangan pada otot leher yang pada gilirannya akan memunculkan gejala vertigo. Ibarat selembar layangan, bila keseimbangan kiri dan kanannya tidak sama, maka layangan akan mudah oleng. Demikian juga yang terjadi pada kita bila terjadi gangguan pada leher.

"Banyak gangguan pada leher terjadi akibat pola hidup atau volume kerja tidak seimbang," tutur dr. Robert. "Bagaimana stres tidak terjadi kalau saat masih gelap kita sudah berangkat bekerja dan baru pulang ketika hari sudah gelap? Dengan pola kerja demikian berarti kita tidak sempat untuk berolahraga maupun bersantai sedikit pun."

Dokter ahli saraf ini mengingatkan, pekerjaan mengetik dengan posisi layar monitor komputer terlalu tinggi pun bisa menyebabkan vertigo (akibat ketegangan pada leher). Apalagi kalau kebiasaan ini dilakukan sampai bertahun-tahun. Posisi layar monitor akan lebih baik apabila tidak memerlukan posisi kepala tengadah, melainkan agak menunduk. Belum lagi kursi yang kurang ergonomis. Kursi putar hendaknya yang bisa berputar 900. Kalau hanya 45 0 terjadi batasan perputaran badan. Dengan sendirinya ini akan membebani leher dan pundak.

Kasus vertigo karena gangguan leher, selain diatasi dengan obat, juga dengan fisioterapi berupa latihan relaksasi untuk daerah leher. "Kalau perlu dilakukan traksi (otot-otot yang kaku ditarik) agar ruas yang menyempit bisa dipulihkan," kata dr. Robert.

Gejala stroke?

Bagaimana dengan timbulnya vertigo yang melibatkan organ otak sentral? Selain akibat cedera atau memar pada kepala belakang, ini bisa terjadi karena suplai darah ke otak berkurang atau tidak lancar. Bila aliran darah ke otak kecil kurang dari 50 ml/detik, maka seseorang akan mengalami vertigo, yang apabila tidak segera ditanggulangi bisa menimbulkan stroke.

Seseorang yang acapkali mengalami vertigo (bukan akibat benturan), disusul dengan gangguan wicara, misalnya mulai sulit menyebutkan apa yang dimaksud, patut dicurigai sebagai awal dari serangan stroke. Ia perlu segera dirawat. Apalagi bila gejala itu disertai hipertensi dan kadar kolesterol tinggi. "Sulitnya, banyak pasien yang tidak mengindahkan gejala awal stroke ini, sehingga datang dalam keadaan sudah parah," lanjut dr. Robert.

Padahal pemeriksaan dengan alat canggih MRI (magnetic resonance imaging) akan mengungkap jelas apakah penderita benar mengalami gangguan pada pembuluh darah otak. Dengan obat pelancar aliran darah gangguan akan segera teratasi, sambil terus dipantau apakah gangguan kambuh kembali.

Kasus vertigo paling berat kalau disebabkan tumbuhnya tumor pada otak kecil atau dekat organ telinga. Pada umumnya gejala tidak akut, tapi kronik dan progresif. Artinya gejala yang dirasakan sesuai dengan pertumbuhan tumor. Semakin besar tumornya, semakin berat gejalanya. Adakalanya pula diikuti gejala telinga mendengung yang terus menerus. Dalam hal ini, cara penanggulangan satu-satunya ya operasi untuk menyingkirkan tumor, ditambah penyinaran.

Penting dicatat, bila kita berkali-kali merasakan sempoyongan, jelaskan secara rinci kepada dokter bagaimana riwayat pusing kita itu. Dengan demikian dokter dapat menggolongkan, vertigo kita termasuk berat atau ringan. Kasus ringan (walaupun gejalanya belum tentu ringan) kebanyakan tidak menimbulkan kerusakan pada organ tubuh. Ambil contoh vertigo karena stres. Penderita bisa saja mengalami gejala kepala berputar tujuh keliling sampai muntah-muntah. Namun begitu stres dapat dihilangkan, gejala akan sirna.

Juga termasuk ringan kalau vertigo terjadi sesaat setelah kita berganti posisi. Mungkin gara-garanya ada gangguan pada sistem vertibuler atau kepala habis terbentur. Dokter pun akan menganjurkan pasien untuk berlatih justru pada posisi ketika muncul vertigo. Latihan dilakukan secara bertahap. "Gejala seperti ini jangan dimanjakan sampai bertahun-tahun," anjur dr. Robert. "Tapi secara pelahan-lahan justru dilatih pada posisi yang terganggu."

Bila Anda sering merasa sempoyongan saat bangun tidur, janganlah bangun langsung berdiri. Lakukanlah secara pelahan-lahan, mulai dengan posisi duduk sebentar, baru berdiri. Kalau vertigo itu diduga karena gangguan telinga atau mata, hendaknya segera periksakan diri ke dokter spesialis THT atau mata.

Karena pada umumnya bukan merupakan gangguan kesehatan serius, semakin dini penanganannya, vertigo akan semakin cepat dapat diatasi.

(Nanny Selamihardja)














Friday, July 4, 2008

NEWS

MUI Usulkan Supermarket Pisahkan Produk Halal dan Non-Halal

Jumat, 4 Jul 08 06:19 WIB


Majelis Ulama Indonesia mengusulkan agar pusat perbelanjaan suparmarket dan juga hipermarket membuat pemisahan penempatan produk-produk halal dan non-halal, dengan demikian umat Islam mendapatkan kemudahan untuk mencari produk yang masuk kategori halal.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Makanan (LPPOM) MUI Nadratuzzaman Hoesein kepada pers, di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (3/7).

"Sekarang kan sudah ada 60.000 item produk yang disertifikasi, makanya kita mengaharpkan agar ada penyekatan (zonasi) produk halal dan non halal di pusat perbelanjaan, " ujarnya.

Menurutnya, selama ini masyarakat khususnya umat Islam agak mengalami kesulitan terkait penempatan antara produk halal dan non halal, sehingga sistem ini perlu mulai diterapkan. Bagi perusahaan-perusahaan yang sudah mendapat sertifikasi halal dari MUI, lanjut Nadra harus tetap berupaya mengembangkan sistem kualitas halal secara internal.

"Jadi kalau sudah dapat sertifikat tidak bisa semena-mena, kita juga sudah membentuk asosiasi produk halal pada tiga hari lalu, " jelasnya. Sementara itu, Ketua MUI H. Amidhan menyatakan, Indonesia selama ini belum menerapkan sistem zonasi, padahal di negara lain seperti Eropa sudah mulai diterapkannya.

Apabila hal ini diterapkan akan mempermudah proses pengawasan produk halal yang dilakukan oleh MUI, karena sudah dipisahkan sesuai kategori halal dan non halal. "Kalau makanan olahan itu sulit kita untuk memilihnya, kalau daging 50 persen sudah dijaga sejak dikarantina, makanya kita mengharapkan di supermarket dibuat zonasi atau ada supermarket khusus halal, " pungkasnya. (novel)


Jelas aku setuju banget, supaya umat muslim lebih berhati-hati memilih makanan halal buat keluarganya

Thursday, July 3, 2008

Ensiklopedi Islam

Sahabat Nabi

Dari MyQ Wiki

Sahabat Nabi, dari kata shahabah (ash-shahaabah, الصحابه) adalah mereka yang mengenal dan melihat langsung Nabi Muhammad SAW, membantu perjuangannya dan meninggal dalam keadaan Muslim.


Definisi

Ibnu Hajar al-Asqalani asy-Syafi'i pernah berkata:

"Ash-Shabi (sahabat) ialah orang yang bertemu dengan Rasulullah SAW, beriman kepada beliau dan meninggal dalam keadaan Islam"Kitab Al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah, karya Ibnu Hajar, hal. 101.

Kebanyakan muslim mendefinisikan para sahabat sebagai mereka yang mengenal Nabi Muhammad SAW, mempercayai ajarannya, dan meninggal dalam keadaan Islam. Para sahabat utama yang biasanya disebutkan hingga 50 sampai 60 nama, yakni mereka yang sangat dekat dengan Nabi Muhammad SAW. Sahabat disebut pula murid Nabi Muhammad.

Identifikasi terhadap sahabat nabi, termasuk status dan tingkatannya merupakan hal yang penting dalam dunia Islam karena dapat digunakan untuk mengevaluasi keabsahan suatu hadits maupun perbuatan Nabi yang diriwayatkan oleh mereka.

Lihat pula: Hadits

Tingkatan Sahabat

Menurut al-Hakim dalam Mustadrak, Sahabat terbagi dalam beberapa tingkatan, yaitu:

  1. Para sahabat yang masuk Islam di Mekkah, sebelum melakukan hijrah, seperti Khulafa'ur Rasyidin
    1. Khadijah binti Khuwailid
    2. Ali bin Abi Thalib
    3. Zaid bin Haritsah
    4. Abu Bakar ash-Shiddiq
    5. Umar bin Khattab
    6. Utsman bin Affan
    7. Abbas bin Abdul Muthalib
    8. Hamzah bin Abdul Muthalib
    9. Ja'far bin Abi Thalib
  2. Para sahabat yang mengikuti majelis Darunnadwah
  3. Para sahabat yang ikut serta berhijrah ke negeri Habasyah
  4. Para sahabat yang ikut serta pada bai'at Aqabah pertama
  5. Para sahabat yang ikut serta pada bai'at Aqabah kedua
  6. Para sahabat yang berhijrah setelah sampainya Rasulullah ke Madinah
  7. Para sahabat yang ikut serta pada perang Badar
  8. Para sahabat yang berhijrah antara perang Badar dan perjanjian Hudaibiyyah
  9. Para sahabat yang ikut serta pada bai'at Ridhwan
  10. Para sahabat yang berhijrah antara perjanjian Hudaibiyyah dan fathu Makkah
    1. Khalid bin Walid
    2. Amru bin Ash
  11. Para sahabat yang masuk Islam pada fathu Makkah,
    1. Abu Sufyan bin Umayyah
    2. Mu'awiyah bin Abu Sufyan
  12. Bayi-bayi dan anak-anak yang pernah melihat Rasulullah saw pada fathu Makkah

Beberapa Sahabat yang Terkenal